“Kemarin
Bupati telah menggerakkan semua unsur SKPD dibawah koordinasi PU Klaten
melakukan gerakana pembersihan rowo dari eceng gondok dan hasilnya memuaskan.
Kita ingin Bupati segera menindaklanjuti programa tersebut dengan penataan Rowo
Jombor agar nantinya isa jadi destinasi wisata air andalan Klaten. Karena jika
terlambat sedikit saja, maka rowo yang sudah bersih akan dipenuhi eceng gondok
dan kerambah lagi”, ujar Minto salah satu warga setempat.
![]() |
Waduk Rowo Jombor Klaten kini dangkal dan kumuh |
Menurut Minto sudah saatnya waduk Roowo Jombor bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan orang banyak. Misalnya untuk wisata air, olah raga air tanpa mengesampingkan keberadaan nelayan ikan disekitarnya." Sudah saatnya keberadaan warung apung, dan karambah diatur, baik letak dan luasannya, tidak seperti sekarang, orang mana saja asal pun ya modal bisa mematok rowo seluas-luasnya", ujaarnya.
Terkait
hal tersebut Kabid Sumber Daya Air PU Klaen Harjoko ST.MT menjelaskan
kewenangan waduk rowo Jombor ada di pusat dengan tangan panjang BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Bengawan
Solo yang berada di Surakarta. Sehingg dalam hal pengaturan dan pengelolaan
waduk Rowo Jombor semua harus seijin pusat dalam hal ini BBWS Solo.
Klaten
dalam ini lanjut Harjoko hanya dapat mengelola dan memanfaatkan, dengan
terlebih dahulu minta ijin dengan BBWS Solo. Jika memang diijinkan untuk
mengelola dan memanfaatkan waduk rowo Jombor
sesuai dengan fungsi dan manfaat waduk menurut Harjoko kemungkinan masih
bisa dilakukan.”Pemkab Klaten tidak punya kewenangana apa –apa dalam menangani waduk Rowo Jombor, kita hanya bisa minta ijin
untuk mengelola dan memanfaatkan dengan catatan tidak merubah fungsi utama
waduk sebagai sarana penampungan air untuk irigasi pengairan”, ujarnya.
Saat
ini pasca Bupati Klaten Hj Sri Mulyani Menggerakkan pembersihan eceng gondok,
waduk rowo Jombor mulai tampak bersih dan luas. Namun pemandangan yanag indah
masih terganjal dengan semrawutnya karambah warga yang berjumlah ratusan dan sisa-sisa
kejayaan warung apung yanag jumlahnya puluhan.
Padahal
sesuai pada tahun 1993 di era kepemimpinan Bupati Suharjono pembuatan warung apung
dan karambah dilarang, karena menjadi penyebab utama terjadinya sidementasi
atau pendangkalan. Namun pada sekitar tahun 2000 an di era kepemimpinan Bupati
Kasdi ada kemudahan untuk membuat karambah, sehingga hampir semua luasan waduk
rowo jombor penuh kerambah dan warung apung.
Karena
nyaris mencapai titik rawan terjadinya pedangkalan maka dikeluarkan kebijakan
untuk membersihkan semua bangunan yang ada di waduk Rowo Jombor. Hampir seluruh
waduk dipagari, seperti layaknya waduk milik pribadi, sehingga sulit bagi orang
untuk masuk rowo walau hanya sekedar mau melihat rowo atau mau mancing. Namun
pelaksanaan yang harusnya dilakaukan tahun 2006 terkendala karena terjadi gempa
hebat melanda Klaten. Baru pada tahun 2010 – 2013 Waduk Rowo Jombor bisa bersih
dari keramabah dan bangunan liar.
Namun
hal itu tak bertahan lama, karena sekitar tahun 2015 hingga sekarang warga
kembali membuat karambah dan warung apung dengan ukuran dan luas sesuka hatinya.
Maka tek heran jika warga bisa memuat karambah atau warung apung lebih dari 10
patok. Sehingga sampai saat ini waduk rowo jombor tampak semakin kumuh,
semrawut dan dangkal. Dan itu berdampak dengan “Bangkrutnya” para pengusaha
warung apung, yang kini tinggal beberapa orang yang bertahan. Pengunjung malas
ke warung apung karena suasananya kumuh, mahal dan layanan yang kurang simpatik
serta parkir yang mencekik leher.(get)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...