![]() |
Payung asal Juwiring dengan corak dan desain baru |
Seiring perkembangan jaman yang ada kini para pengerajin payung di Juwiring
ikut mengikuti trend yang berkembang saat ini. Payung yang dulu hanya digunakan
untuk kebutuhan sehari hari dan untuk keperluan perlengkapan orang meninggal,
kini mampu dimodifikasi menjadi barang kerajinan dengan nilai export tinggi.
Harga jualnyapun langsung melambung tinggi. Jika dulu payung yang terbuah dari
kertas bekas bungkus semen ini hanya dihargai tak lebih dari Rp 15 ribu/payung,
kini harganya bisa menjadi ratusan ribu hingga jutaan rupiah/payung tergantung motif
dan modelnya.
Payung asal Juwiring yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda kini mulai
merambah pasar Eropa. Permintaan payung asal Juwiring sebagai barang kerajinan
bernilai seni tinggi ini kini justru membuat para pengerajin kewalahan. Karena
jumlah pesanan tiap tahun yang meningkat, sementara jumlah pengerajin sangat
terbatas.
Payung asal Juwiring kini tak lagi polos berwarna coklat dan bergagang kayu
dan bambu. Masih mengunakan bahan baku yang sama seperti bambu, kayu melinco
dan kertas namun ditambah berbagai ornamen lukisan, desain serta corak, membuat
payung kertas ini memiliki nilai jual sangat tinggi. Fungsinyapun bergeser dari
keperluan sehari-hari yang digunakan saat hujan, kini payung asal desa Tanjung
Juwiring telah menjadi kerajin seni yang digunakan sebagai asesoris barang mewah
di rumah-rumah, perkantoran dan gedung gedung mewah berkelas.
“Dalam seminggu kami mampu menghasilkan sekitar 250 unit payung yang siap
dipasarkan ke berbagai daerah mulai dari permintaan dalam negeri hingga
kebutuhan export ke luar negeri. Bangkitnya payung Juwiring tak lepas dari peran
aktif Pemda Klaten dalam hal ini Dinas Pariwisata dan UMKM yang selelu memberi
bimbingan dan arahan bagaimana kita harus tetap berkarya mengikuti ngetrend
yang sedang berkembang saat ini”, ujar Ngadianur salah satu pengerajin
sekaligus ketua kelompok pengerajin payung dari Gumentar Tanjung.
Diakui Ngadianur kerajinan payung di desanya adalah kerajinan peninggalan nenek moyang yang sudah ada sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu Juwiring sebagai pusat sentra pembuatan payung sudah terkenal sampai kekota kota besar seperti Jogya,Solo, Jakarta Surabaya, bandung dan luar Jawa. Namun usaha tersebut sempat redup bahkan nyaris
punah, karena kalah bersaing dengan payung berbahan kain da plastik. Pengerajin
hanya berani membuat dalam jumlah kecil, karena sepinya pembeli. Umumnya mereka
yang butuh payung hanya digunakan untuk keperluan perlengkapan orang meninggal.
Namun dalam 3 tahun terakhir ini geliat payung Juwiring yang tampil dengan
wajah dan inovasi baru mampu mengangkat kembali masa kejayaan payung Juwiring
yang sempat mengalami masa kejaaan di era tahun 1960an. Permintaan payung dari
dalam dan luar negeri terus meningkat, dengan harga yang menjanjikan.Beberapa
negara tujuan export antara lain, Thailand, Cina, Eropa, Amerika dan lainnya.
Harganyapun bervariatif mulai dari Rp 250 ribu/payung hingga puluhan juta
rupiah/payung. ”Dengan desain dan corak serta kegunaan yang baru, payung
Juwiring kembali menemukan jati dirinya dan mampu mendokrak pendapatan warga”,
ujar Ngadirun.
Camat Juwiring Triyanto mengakui saat ini geliat pengerajin payung
diwilayahnya menunjukkan trend postif dan menggairahkan. Banyaknya pesanan
payung sebagai barang aksesoris seni membuat warga Juwiring yang sempat putus
asa kembali semangat menekuni kerajinan payung. “Kami dari pemerintah hanya
bisa memberi dorongan dan bimbingan agar mereka selalu berinovasi mengikuti
perkembangan model terbaru agar tidak kalah bersaing dengan produk daerah
lain”, ujarnya.
Bambang Sigit Sinugroho selaku kepala Bapeda Klaten menegaskan pergeseran
motif dan desain payung asal Juwiring serta fungsi dan kegunaanya memang sudah
dirintis dan diarahkan sejak 3 tahun terakhir ini. Hal tersebut selain guna
menyelamatkan usaha kerajinan warga juga memenuhi trend permintaan barang
kerajinan seni bernilai tinggi. Khususnya permintaan dari para wisatawan manca
negara dan para pengusaha dan penggemar barang seni.
Karena hanya dengan cara ini kerajinan payung Juwiring dan para pengerajin
bisa tetap hidup dan berkarya. Maka dengan menggandeng dinas terkait seperti
Paariwisata, Disperindakop dan UMKM dirinya merintis bagimana caranya payung
Juwiring bisa tetap hidup dan mampu menjadi komiditi ekspor.
“ Adanya pendampingan bagi para pengerajin serta diadakannya festifal
payung adalah bagaian dari kepedulian Pemda Klaten dalam melestarikan sekaligus
meningkatkan kerajinan payung Juwiring agar tidak punah dan justru bangkit
menembus pasar Internasional. Dan kini hasilnya sudah bisa dirasakan mereka ”,
ujar pengggangas festival payung yang juga pencetus ide kreasi inovasi payung
Juwiring ini.
Usaha kerajinan batik, lurik serta payung dari Klaten yang kini mulai
mendunia, adalah wujud tekad Pemda Klaten mewujudkan Klaten maju mandiri dan
berdaya saing, dimana ekomomi masyarakatnya sejahtera dan meningkat. Dan rakyat
Klaten semua berharap dengan kepemimpinan Bupati yang baru nanti yakni Hj Sri
Mulyani semua sektor mulai dari perbaikan infra struktur, wisata, pertanian,
kerajinan serta pendididkan,mendapat perhatian yang penuh,sehingga Klaten mampu
tampil sejajar dengan daerah lain.(adv/red)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...