![]() |
Gubub ditepi jalan identik dengan persawan jaman dulu |
Penyusutan
lahan pertanian subur terus terjadi terus terjadi sepanjang tahun. Puluhan
bahkan ratusan lahan subur di Klaten ini telah berubah menjadi kawas pabrik,
perumahan atau industri. Tidak sedikit bangunan berdiri diatas lahan subur bersetatus
tanah basah tanpa disertai IMB. Bahkan Delanggu yang dulu dikenal sebagai pusat
penghasil beras berkwalitas Rojolelepun kini tinggal kenangan.
Namun
disaat daerah lain berlomba melakukan pengeringan lahan untuk dijadikan kawasan
industri atau perumahan, sebuah pemikiraan terbalik justru muncul dari sosok Agung
Widodo M Pd, kepala desa Jomboran, kecamatan Klaten Tengah, Jawa Tengah. Desa
yang masuk wilayah Klaten Kota ini sepakat dijadikan sebagai desa wisata pertanian
pertama di Klaten.
“
Setelah melalui berbagai rembug desa serta kajian ilmiah menggandeng pihak UGM
Yogyakarta, maka kita sepakat menjadikan desa Jomboran yang justru berada di
lingkungan perkotaan ini menjadi desa wisata pertanian dengan mengandalkan luas
lahan sawah yang subur seta sistim pengairan yang baik”, demikian ditegaskan
Agung Widodo MPd kepala desa Jomboran saat ditemui wartawan diruang kerjanya.
Peresmian
Jomboran sebagai desa wisata pertanian sendiri menurut Agung akan dilakukan
pada tanggal 28 Oktober mendatang bertepatan dengan hari sumpah Pemuda, oleh
menteri desa serta gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo. Kini berbagai persiapan telah termasuk pembuatan 17
gubuk dipinggir sawah sepanjang tepi jalan.
Pembuatan
gubug dan gardu pandang Joglo sendiri menurut Agung ingin menghidupkan kembali
budaya serta tradisi sawah tradisional, dimana jaman dulu setiap sawah punya
gubug yang ada ditengah sawah atau pinggir sawah. Fungsi gubug sendiri selain
untuk tempat melepas lelah para petani juga digunakan mereka saat bekerja
disawah menghalau hama burung saat menguning.
“Jaman
dulu hampir setiap sawah memiliki gubug sendiri-sendiri. Disamping gubuk ada
tumpukan jerami,dimana jika sudah lama akan tumbuh jamur jerami bisa dipanen
untuk dimasak. Namun saai itu pemandangan seperti itu sudah nyaris tidak ada. Maka
kami berniat menghidupkan budaya itu kembali agar anak cucu kita tahu dengan
budaya kehidupan petani jaman dulu”, ujarnya.
Menurut
Agung kedepan, selain wisata pertanian berupa hamparan sawah, Jomboran juga
akan membangun kawasan pertamanan sebagai area hijau yang bisa digunakan untuk
rekreasi warga sekitar. Selain itu juga akan dibangun kawasan wisata pertanian
dan perkebunan serta perikanan. Ditempat ini warga atau siswa sekolah khususnya
dari perkotaan bisa melakukan kegiatan sekolah alam dengan praktek langsung
cara bercocok tanam baik, tanaman padi, buah-buahan, sayur-sayuran hingga
berternak ikan atau hewan.
Digabung
dalam dalam paket tiga desa wisata yakni Jomboran, Jimbung dan desa Krakitan,
pilihan desa Jomboran dijadikan destinasi wisata pertanian memang merupakan
pilihan jitu yang tepat. Lahan pertanian subur seluas 110 hektar yang berada
dikawasan pinggiran kota memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
Sejak
dulu Pertanian di desa Jomboran memang dikenal subur dan produktif.
Mengandalkan aliran air dari tiga bendung yakni bendung Bugelan, bendung
Grenjeng dan bendung Jomboran, para petani bisa panen 3 kali dalam setahun. Disaat
musim kemarau sulit air petanipun tetap bisa panen dengan pola 2 kali panen
padi dan 1 kali panen polowijo. Hal ini karena sistim pengairan yanag dikelola
oleh paguyuban Dharma Tirta meniru pengairan Subak di bali berjalan baik dan
lancar. Sehingga tidak ada pertengkaran petani karena rebutan air dimusim
kemarau.
Panen
para petanipun selama ini nyaris tak pernah jelek. Dengan mengandalkan pola tanam
Tabela, Legowo dan Tapi, tiap panen, satu hektar sawah mampu menghasilkan gabah
sekitar 6,5 ton. Umumnya petani menggunakan pupuk organik dipadu dengan pupuk
orea,ZA atau Ponzka.
Dengan
pola tanam yang baik dan kekompakan 3 kelompok tani yang ada antara lain,
Kelompok Tani Dewi Sri, Dewi Ratih dan Tani Wijaya, para petani rutin
menlakukan pertemuan dibalai sawah guna “ngerembuk” permasalahan yang dihadapi,
termasuk adanya serangan hawa, menentukan musim tanam, jenis padi yang ditanam
hingga harga jual gabah. Sehingga jarang tanaman padi mereka puso karena
terserang hama tanaman seperti wereng atau penggerek.
Gebrakan
yang dilakukan Pemerintah desa Jomboran ini tentunya perlu mendapat dukungan
semua pihak, khsusunya para petani sendiri agar tetap kompak, rukun dan tidak
meninggalkan budaya gugur gunung gootorng royong dalam kesehariannya. Peran serta
pemerintah, khususnya dinas terkait seperti Pertanian, Bapeda serta pariwisata
sangat dibutuhkan.
Pilihan Jomboran menjadi desa wisata pertanian adalah langkah yang tepat. Alamnya yang masih hijau dengan sungai ditepi sawah yang masih rimbun sangat mendukung menjadi desa wisata pertanian. Selain itu apa yang dilakukan pemerintah desa Jomboran saat ini, adalah
langkah nyata menyelamatkan lahan subur dari gerusan derasnya pembangunan. Pemandangan
indah dan alam hijau di Jomboran yang tak jauh dari kota juga berfungsi sebagai
paru-paru kota, disaat udara perkotaan mulai kotor dan rusak. Selamat pak lurah
semoga Jomboran bisa menjadi destinasi wisata pertanian dan perkebunan di
Klaten.(adv/red)
Semoga Jomboran makin maju.Aku suka indahnya, aku suka keramahtamahan warganya, aku suka kedamaiannya. ada gubug di sawah mengingatkanku di tahun 80-an dimana aku ikut bapak sama simbok ke sawah. Aku paling suka duduk di gubug sambil makan bekal. Berangkat sekolah sebelum matahari terbit saat sampai di pinggiran sawah disebelah utara kelurahan aku bisa menikmati sun-rise dipagi hari.jadi kangen pulang.
ReplyDelete