Dalam sambutan, Kanjeng
Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger menyampaikan, secara harafiah, kata nyadran
berarti mengunjungi atau bersih-bersih makam. Dan dalam perkembangannya,
nyadran kemudian menjadi tradisi masyarakat. “Saat nyadran, orang mendoakan
arwah para leluhur agar dosanya diampuni dan diterima di sisi Tuhan,” katanya.
KGPH Puger mengatakan,
tradisi nyadran bisa menjadi wahana “pengingat” akan para leluhur. Tradisi nyadran
juga bisa menjadi ajang untuk silaturahmi antar warga. “Dalam tradisi nyadran
kita bisa saling bertemu, saling bersilaturahmi, sehingga masyarakat bisa menjadi
semakin guyub dan rukun. Maka tradisi nyadran ini perlu diuri-uri, perlu terus
dilestarikan,” ujarnya.
Sedang Lurah Gergunung
Seniwati mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan “pencerahan” dari KGPH
Puger. Ia berharap, tradisi nyadran ini bisa menjadi berkah bagi warga
Gergunung dan sekitarnya. “Terima kasih atas kehadiran KGPH Puger. Kami
berharap, KGPH Puger bisa hadir di tahun mendatang,” ucapnya.
Usai sambutan, dilakukan tahlilan yang dipimpin oleh Abdi Dalem
KRT Puja Dipura dan diikuti warga yang hadir. Selesai tahlilan, mereka yang hadir dipersilakan makan dan minum bersama
menikmati hidangan yang dibawa warga. Dalam sadranan ini, warga membawa
berbagai jenis makanan, jajanan pasar, dan sebagainya yang diletakkan pada anjang-anjang dari bambu.
Kemudian dilakukan kirab sadranan
mengelilingi Kampung Gergunung, dan berakhir di Makam Hastana Girilaya. Sesampai
di makam, KGPH Puger, Camat Widowati, Lurah Seniwati, dan warga melakukan tabur
bunga atau nyekar di makam Kyai Imam
Dalem Kraton Surakarta. Saat itu juga dilakukan prosesi mengganti kain lurub
makam. Acara semakin meriah dan sakral hadirnnya Paguyuban Kawula Keraton Surakarta
(Pakasa) yang mengiringi kirab sadranan. (laurent)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...