![]() |
Tradisi kotekan dalam air dilakukan ibu-ibu warga Pluneng |
Umbul Pluneng. Pemandian
tradisional ini namanya begitu melegenda di Klaten dan sekitarnya di era tahun
1970an. Airnya yang bening dan tidak terlalu jauh untuk dijangkau dari pusat
kota Klaten membuat tempat ini dulu menjadi tujuan pertama bagi warga Klaten untuk
melakukan padusan yakni tradisi mandi sehari memasuki hari pertama puasa.
Tak banyak perubahan dialami oleh
umbul yang memiliki dua mata air kembar yakni Tirto Mulyono dan Tirto Mulyani.
Hanya bagian kolam saja yang kini
mengalami perubahan dengan pemasangan keramik agar tampak lebih bersih. Dan
karena taak ada inovasi inilah yang akhirnya membuat pemandian Pluneng tak lagi
sehebat dulu. Banyaknya kolam pemandian modern serta pembangunan umbul air yang
lebih profsional membuat Pluneng seakan nama pemandian Pluneng lenyap ditelan bumi.
![]() |
Sedakah bumi dimakan bersama ditepi kolam |
Tiga kali Pemerintah desa
setempat menghidupkan kembali tradisi budaya jawa di komplek pemandian umbul
Pluneng dengan menggelar acara syukuran banyu dengan isian kirab gunungan hasil
bumi yang diikuti oleh seluruh warga desa Pluneng. Tradisi ini salah satu upaya
masyarakat setempat mengangkat kembali umbul Pluneng yang dulu sempat jaya dan
telah banyak melahirkan atlet renang tingkat nasional ini.
Dan tampaknya upaya ini berhasil.
Pemandian Pluneng kini cukup ramai dikunjungi warga, terutama di hari minggu.
Disamping itu banyak instansi dan sekolah atau kantor yang sengaja memilih
tempat ini untuk kegiatan ektra kulikuler belajar berenang. Dan yang lebih
menggembirakan lagi, ada wacana di umbul yang konon tempat singgah para kerabat
keraton ini, akan dibangun menjadi pusat wisata air Klaten dengan berbagai
fasilitas pendukungnya.
Namun sayang hingga kini tidak
ada satupun bukti sejarah yang bisa menunjukkan ada apa dengan Pluneng dulu
kala. Pluneng terdiri dari dua umbul mata air yakni umbul lanang (Tirtomulyono)
dan umbul wedok (Tirtomulyani). Dua umbul ini jaraknya sekitar 100 meter. Namun
jika melihat adanya bebetrapa peninggalan arca di sekitar umbul Tirtomulyani
ada dugaan kuat tempat ini penah dijadikan lokasi pemadian atau persinggahan
keluarga kerajaan.
![]() |
Pemandian Umbul lanang Pluneng saat tradisi syukuran banyu |
“Secara pasti kita warga sini
belum memiliki bukti otentik tentang cikal bakal umbul Pluneng ditempo dulu.
Yang kitaa ketahui hanya konon, dulu disini pernah untuk singgah pangeran
Diponegoro saat melakukan perang gerilya. Namun jika kita lihat dari beberapa
arca yang kita temukan disekitar umbul wedok (Tirtomulyani) kuat dugaan Pluneng
dulu pernah dijadikan tempat mandi atau pemujaan ibadah keluarga kerajaan”,
ujar Joko Pitoyo sesepuh yang juga tokoh masyarakat setempat.
Namun sejauh mana kebenaran itu, semua
amasih dikaji dan dipelajari. Karena hingga kini belum ada satupun buku sejarah
yang menulis tentang umbul Pluneng. Namun dirinya yakin sejarah Pluneng
memiliki keterkaitan dengan keraton Surakarta dan mungkin disana ada cerita
babad tentang umbul Pluneng.
Sementara itu menurut salah satu
warga setempat nama Pluneng sendiri berasal dari kata Nyemplung seneng (Mencebur
Senang). Dari perpaduan dua kata ini akhirnya orang jawa lama – lama menyebutnya
pluneng singkatan dari plung (nyempung) neng (seneng). Menurut cerita nenk
moyang banyak orang datang ke Pluneng untuk mandi, terutama disiang hari dan
sore hari ketika arga usai pergi kesawah.
Dan mereka yang menceburkan diri
ke kolam rasanya senang karena airnya segar. Maka sejak itu muncul istilah “Nyemplung
seneng” yang lama lama dari cerita mulut kemulut menjadi istilah Pluneng. Sejak
itulah umbul tersebut dikenal dengan sebutan Pluneng dan menjadi nama desa
disekitarnya.
Lantas siapakah sosok mbah Gotil
yang dipercaya masyarakat setempat sebagai “penunggu” umbul Pluneng. Hingga
kini siapa sosok mbah Gotilpun masih samaar dan kabur. Namun jika dilihat dari
alur cerita diatas, sosok mbah Gotil tak lepas dari trah keluarga atau abdi
kerajaan.
![]() |
Camat Kebonarum Joko Podang Purwanto (tengah) dan Kepala desa |
Syukuraan banyu yang diadakan
warga setempat adalah perwujudan rasa syukur karena telah diberi karunia
limpahan air yang tak pernah asat sepanjang tahun. Air Pluneng dipercaya
memiliki kandungan mineral yang tinggi dimana dari hasil penelitian memiliki PH
7 dan TDS 100, dimana secara ilmiah air umbul Pluneng layak konsumsi bahkan
banyak warga yang minum air umbul Pluneng tanpa harus direbus terlebih dahulu.
Pluneng memang tak banyak
berubah. Kolam pemandian di umbul lanang yang berukuran paanjang 50 meter dan
lebar 12 meter ramai dikunjungi warga. Mereka datang untuk belajar renang atau
sengaja datanag untuk melakukan terapi air. Kandungan mineral yang tinggi di
umbul ini sangat diyakini banyak menyembuhkan berbagai penyakit. Pluneng memang
nyaman untuk rekreasi air. Namun pengunjung tetap diminta hati - hati dan
waspada, karena tempat ini masih cukup “wingit”, sehingga ada beberapa
pantangan yang tidak boleh kita langgar agar kita tetap nyaman dan tidak
mengalami sesuatu.(tev)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...