![]() |
Edy Sulistyanto pemilik Amigo group bersama keluarga dan karyawan |
Adalah Edy Sulistyanto adalah Salah
satu tokoh masyarakat Klaten yang begitu terobsesi untuk menjadikan Ketoprak
dan dalang sebagai ikon budaya Klaten. Lelaki paruh baya ( 61) yang memiliki
nama asli Djie Liong Hauw begitu getul dan peduli atas kelestarian semua budaya
Jawa khususnya Ketoprak dan kerawitan. Berbagai pagelaran seni berlatar budaya
Jawa terus digelar dalam setiap kesempatan, dengan maksud menanamkan kecintaan
budaya leluhur pada generasi penerus.
![]() |
Ketoprak pelajar gairah baru menghidupkan kesenian tradisional |
Totalitas tokoh yang urung
menjadi pemain bola saat itu,terhadap seni budaya Jawa di Klaten memang tak perlu
diragukan lagi. Disetiap kesempatan dan kegiatan, kerawitan, ketoprak atau
wayang seakan sudah menjadi sebuah tontonan yang wajib yang harus dipentaskan.
Maka jangan heran jika hampir semua karyawan Amigo group yang berjumlah
ratusan, semua piawai bermain musik gamelan dan memerankan setiap tokoh
ketoprak. Maka tak berlebihan dengan kecintaan dan kepeduliannya yang luar biasa dan tanpa batas beliau dijuluki bapak ketoprak Klaten.
Demikian pula dengan sekolah atau
yayasan yang dikelolanya. Seperti omah wayang, TK hingga SMP Kristen Klaten,
semua memiliki prestasi membanggakan di dunia seni budaya ketoprak, kerawitan
atau wayang. Tak terhitung berapa banyak medali dan trophi kejuaraan dalang, kerawitan
serta ketoprak telah diraih TK, SD dan
SMP Kristen Klaten dalam setiap mengikuti event kejuaraan, baik tingkat
regional maupun nasional.
Apa yang telah dilakukan selama
ini oleh pemilik Amigo group ini hendaknya bisa segera ditangkap Pemerintah Kabupaten
Klaten, sebagai asset seni budaya yang harus didukung sepenuhnya. Obsesi sosok
Edy yang sudah punya rasa cinta pada ketoprak dan kesenian Jawa lainnya sejak
masih duduk dibangku kelas 5 SD ini bukan tanpa alasan.
Hampir semua dalang kondang
berasal dari Klaten. Sebut saja almarhum narto Sabdo, Warseno Slenk, Anom
Suroto dan masih banyak lagi. Demikian pula keberadaan ketoprak yang diyakini
betul, pertama kali dimainkan di alun-alun Klaten sekitar tahun 1600 yang saat
itu populer disebut ketoprak lesung.
Maka tak heran jika sejak tahun
60an setiap tahun pagelaran seni ketoprak selalu tampil dialun-alun Klaten.
Saat itu gedung pementasan masih menggunakan gedek serta tiang bambu beratap
daun tebu (rapak), sementara kursi bagian belakang hanya berupa bambu utuh yang
ditata seperti bale-bale (amben) atau lazim disebut kelas nggetek. Rombongan
ini bermain di Klaten dalam batas waktu yang lama.
Berbulan-bulan bahkan tahunan
tobong ketoprak gagah berdiri ditengah alun-alun Klaten dengan asesoris pasar
malamnya. Siswo Budoyo, wahyu Budoyo, Sari Budoyo, wargo Utomo, adalah nama –
nama padepokan ketoprak saat itu yang selalu mengisi rutinitas di tobong
ketoprak guna menghibur rakyat Klaten. Jika anda sekarang melihat los tembakau,
kira kira begitulah properti dan bentuk gedung ketoprak (tobong) saat itu.
![]() |
Edy Sulistyanto alias Ho-Ho |
Jika seorang Edy Sulistyanto atau
Djie Liong Hauw yang akrab dipanggil dengan sebutan Ho – Ho saja begitu total
dan peduli terhadap kesenian Jawa mengapa kita yang mengaku orang Jawa justru
memandang sebelah mata dengan budaya kita sendiri. Tak ada keraguan sedikitpun
dalam benak pemilik Amigo Group Klaten ini dalam mencintai budaya Jawa, walau
dalam darahnya mengalir kental darah Tionghoa atau dalam bahasa jawanya
“singkek”.
Beliau saja begitu
peduli. Malu rasanya kita yang mengaku orang Jawa justru mengagung-agungkan budaya asing. Seolah budaya
akan mengganti kesenian leluhur dengan budaya barat atau Arab. Cambuk peringatan bagi kita untuk lebih mencintai kesenian kita sendiri. Dan menjadi tanggung jawab
Pemda Klaten menangkap fenomena serta peluang ini guna melestarikannya
menuju kota Klaten yang berciri khas seni budaya dalang dan ketoprak. (get)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...