Hal itu mendorong NGO Kapulogo
menggelar diskusi bersama pada Sabtu 5 September 2015 di gedung Al Ikhlas
Kantor Kementrian Agama Klaten. Lebih dari 150 Kepala Sekolah, Wakasek
Kesiswaan dan Kepala UPTD pendidikan menghadiri kegiatan bertajuk Seminar
Pendidikan Mitigasi Kriminalisasi Buku Dalam Peningakatan Kualitas Pendidikan.
Hadir sebagai pembicara Sudi Harjendro, SH yang mewakili Kepala kejaksaan
Negeri Klaten dan Kasi Pidsus Kejari Klaten yang berahalangan hadir.
Koordinator Umum NGO Kapulogo Andi
Kucir Sastro Hanggodo yang sekaligus ketua panitia menjelaskan kegiatan bertujuan
untuk mencari solusi dan memahami regulasi yang benar. Jangan sampai peraturan
yang sudah tidak relefan dan sudah diperbaharui justru dimunculkan lagi. Jangan
samapai pula peraturan yang ada juga ditujukan kepada bukan peruntukannya.
Misalnya peraturan yang diperuntukkan untuk jenjang pendidikan dasar juga
digunakan untuk jenjang pendidikan menengah. Hal seperti itu justru menghambat
peningkatan kualitas pendidikan.
![]() |
Andi Kucir Sastro Hanggodo Ketua Kapulogo |
“Peraturan mana yang dipakai,
hukum apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Untuk jenjang dikdas (pendidikan dasar) kan sudah ada permendikbud
no 44 tahun 2012, kenapa masih ada yang ngomongin permendikbud no 60 tahun
2011. Sedangkan PP no 17 tahun 2010 sudah diubah kedalam PP no 66 Tahun 2010,
tapi kok masih ada yang
“menegur” dengan PP no 17 tahun 2010. Bukankah implementasi
tujuan hukum itu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dari ketiganya apa sudah
tercapai? Seperti kita ketahui juga bahwa dana bos belum sepenuhnya mampu
mengcover kebutuhan siswa. Kalau tujuannya untuk membangun dan meningkatkan
kualitas pendidikan, Jangan Cuma menyalahkan kalau tidak mampu menawarkan
solusi;”. Jelas Andi.
Lebih lanjut pria kelahiran Sawangan
Blabak Magelang tersebut menegaskan kegiatan seminar pendidikan bukan bermaksud
menabrak regulasi dan melakukan pembiaran terhadap kegiatan jual beli buku di
lingkungan pendidikan. Tapi lebih menekankan pada regulasi yang jelas serta efeknya
dalam peningkatan kualitas pendidikan.
“Ini bukan menabrak aturan atau
membiarkan sekolah menjadi ajang bisnis, tapi lebih ke solusi agar peningkatan kualitas
pendidikan bisa tercapai. Sekarang coba bayangkan ketika banyak siswa dan orang
tua khususnya yang tinggal di pedesaan yang membutuhkan buku pendamping dan
harus membeli ke kota dengan harga yang justru lebih mahal. Tidak sedikit orang
tua yang menginginkan anaknya berprestasi di sekolah. Karena itu kita mencoba
mencari solusi terkait permasalahan itu,” jelasnya.
Pembicara dalam seminar Sudi
Harjendro, SH dari kejaksaan Negeri Klaten menjelaskan ranah boleh dan tidaknya
pengadaan buku ada di Dinas Pendidikan. Kejaksaan baru bisa menangani apabila
dalam pengadaan buku terjadi kong kalikong yang ada indikasi suap. Tetapi kalau
pihak sekolah menjual buku atau menjadi perantara tetapi tidak menerima suap,
kita tidak bisa berbuat apa-apa.
![]() |
Kepala sekolah /guru peserta seminar |
Penegak hukum harus bisa bergerak kalau ada
indikasi pidana atau suap. “Pendapat pribadi saya, kalau guru memberitahu
tentang kualitas buku yang baik itu tidak masalah, asal tidak menjadi agen dan
mendapatkan sesuatu (suap) yang menguntungkan pribadi. Kalau tidak melakukan
jangan takut, kita tidak mencari-cari kesalahan. Kita bekerja berdasarkan alat
bukti, bukan asumsi,” terang Sudi Harjendro, SH.
Dalam kegiatan yang digelar
selama 3 jam tersebut, Kepala SMK N 1 Klaten Drs. Budi sasangka, MM
mengungkapkan ada kegalauan teman-teman kepala sekolah ketika harus berurusan
dengan penegak hukum walau tiak melakukan kesalahan sekalipun. Hal itu berdampak
pada pasifnya para guru yang akibatnya menghambat terjadinya peningkatan kualitas
pendidikan.“Tidak usah takut kalau tidak ada tendensi, bagaimana kita akan
meningkatkan kualitas pendidikan kalau kita semua pasif,” tegasnya. (R1/red)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...