![]() |
ilustrasi Uang Tahta dan Wanita |
Beberapa SKPD yang rawan
melakukan hal ini diantaranya Dinas Perhubungan, Disperindagkop, DPU, Satpol PP
atau satuan kerja lainnya yang banyak merekrut tenaga harian lepas. Cara kerja
mereka cukup rapi namun kasar. Biasanya yang mengkoordinir justru para Kabid
atau UPTD yang menjalin hubungan khusus dengan orang dekat Bupati, sementara
Kepala Dinas hanya tahu hasilnya saja. Setelah semua terkondisikan, para THL
yang dinyatakan lolos bekerja langsung “diwajibkan” membayar sejumlah uang
dengan besaran disesuaikan tempat kerjanya.
Beberapa sumber mattanews di
Pemda dan hasil investigasi lapangan mengungkapkan kasus pungutan bagi para
tenaga harian lepas biasanya dilakukan oleh para oknum Kabid atau UPTD yang
bertindak sebagai komandan lapangan atau exsekutor. Setelah uang terkumpul baru
dibagi dengan prosentase bagian yang paling besar adalah exsekutor karena dia
sebagai komandan dan pencari mangsa. Sementara oknum kepala SKPD yang membawahi
biasanya hanya diberi bagian, termasuk orang dekat Bupati.
Setiap Satuan kerja atau SKPD di
Klaten tidak sama dalam mengajukan perekrutan pekerja THL. Biasanya sebelum melakukan
perekrutan mereka mengajukan draf rancangan kegiatan penerimaan termasuk
besaran anggran berikut jumlah yang akan direkrut. Dalam hal ini biasanya
justru dilakukan oleh para Kabid atau UPTD dengan bekerja sama dengan
bawahannya seperti Kasi atau lurah pasar jika di SKPD Disperindagkop. Sehingga
pada umunya para THL yang diterima kebanyakan masih saudara, teman atau bahkan
anak oknum pejabat tersebut. Seperti contoh para THL yang bertugas di kantor
kantor pasar Klaten.
Beberapa pejabat di Pemda Klaten
saat dikonfirmasi tidak menolak jika ada rumor dugaan penarikan sejumlah uang
yang dilakukan oleh oknum pejabat di setiap SKPD yang melakukan penerimaan THL.
Dirinya tidak bisa berbuat apa apa karena sudah bukan ranahnya dan apa yang
mereka lakukan adalah tanggung jawab masing masing oknum. Dirinya hanya
menyayangkan banyak oknum pejabat di Klaten yang mencatut nama Bupati untuk hal
tersebut. Padahal Bupati tidak pernah ngurusi masalah tersebut.
"Jujur mas saya kasihan
dengan pak Bupati. Mosok masalah sekecil itu mereka masih sempat membawa bawa
nama Bupati sebagai bemper. Padahal beliau tak tahu menahu dan bukan level
beliau ngurusi masalah seperti itu”, ujar sumber.
Sementara itu beberapa tenaga
harian lepas yang berhasil ditemui mengaku memang dimintai sejumlah uang oleh
oknum, ketika dirinya dinyatakan diterima dan bisa bekerja sebagai tenaga
harian lepas di Pemda. “Untuk bisa bekerja sebagai THL di pasar saya harus
membayar Rp 25 juta mas”,ujarnya. Hal
sama juga diutarakaan beberapa THL yang bekerja di kantor PU dan Perhubungan
(tev/get)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...