![]() |
Maryati, BKP Pasar Klaten |
Menarik uang ristribusi sampah
memang tampak mudah dan sepele. Apalagi besaran yang dipungut dari para
pedagang tidak besar, atau malah boleh dikata sangat kecil. Yakni hanya sekitar
Rp 1000 hingga Rp 3000/karcis untuk satu pedagang. Tapi justru yang kecil
itulah terkadang cukup merepotkan petugas penarik ristribusi. Karena terkadang
ada juga pedagang yang “nakal” atau bandel. Walau hanya seribu mereka malas mau bayar dengan berbagai alasan.
Jika sudah seperti itu, tentunya
dibutuhkan tenaga penarik ristribusi berpenampilan, ramah, simpatik, sopan dan
mampu “merayu” pedagang agar mau membayar ristribusi dengan tertib dan tepat
waktu. Karena hanya dengan cara ini target ristribusi dapat tercapai. Dinamika
pasar yang begitu homogen dan komplek, tidak bisa diselesaikan hanya dengan
kekerasan, ancaman atau paksaan. Dibutuhkan cara simpatik dan lebih santun
dalam mengurai setiap permasalahan.
Pasar gede Klaten atau lebih
dikenal dengan nama pasar tiga lantai, menjadi barometer pendapatan ristribusi
karcis, bagi seluruh pasar yang ada diwilayah Klaten Jawa Tengah. Dengan 700 jumlah
pedagang, pada tahun 2015 mentargetkan pendapatan sebesar Rp 353.000.000.
Target tersebut tampaknya akan mudah tercapai bahkan mungkin bisa lebih.
Optimisme tersebut disampaikan lurah pasar Tiga lantai Badarudin, melihat
dedikasi anak buahnya yang memiliki semangat tinggi dalam bekerja.” Kami
optimis target tersebut dapat kami capai”, ujar Badarudin.
Dibalik sukses pasar tiga lantai
mencapai target pendapatan yang setiap tahun selalu meningkat, ternyata tidak
bisa lepas dari peran 3 srikandi di dalamnya. Mereka adalah Maryati sebagai
Bendahara kusus penerima, Tiyas bendahara pembantu merangkap petugas pungut dan
Karina. Oleh ketiga srikandi inilah keluar masuknya uang ristribusi berjalan
tertib, lancar dan selalu tepat waktu.
“Kecermatan, ketelitian serta
kejujuran adalah modal utama dalam mengelola uang ristribusi. Karena jika tidak teliti, atau
salah hitung kita sendiri yang harus nomboki. Apalagi kalau mendaptkan uang
palsu”, ujar Maryati didampingi dua rekanya.
Menjadi BKP menurut Maryati
memang tidak mudah. Mental, iman dan jiwa harus kuat, karena setiap hari
berhadapan dengan uang. Sehingga jika kita punya niat tidak jujur sedikit saja,
maka fatal akibatnya. Menurut ibu dari 2 anak ini sering dirinya mendapat
perlakuan kurang simpatik dari pedagang atau patner kerja lainya .
![]() |
Maryati, Tiyas dan Karrina. petugas BKP |
Pekerjaan sosok Maryati memang
tidak mudah. Setiap hari harus menghitung Rp 700 ribu uang setoran ristribusi pedagang.
Dibantu dua rekanya dengan sabar dia harus menghitung sekaligus memilah milah
uang sesuai besaranya. Dari uang recehan seratus perak, dua ratus perak hingga
uang ribuan. Pekerjaan yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian, karena
sering mendapatkan uang rusak atau uang palsu. Maka jangan heran jika didepan
meja kerjanya selalu tersedia kertas minyak, gunting dan lem. Mereka dengan teliti
menambal atau memperbaiki uang rusak yang udah tidak layak edar.
Pengalaman menyakitkan juga
sering dialami Tiyas dan karina. Sebagai petugas pungut yang masuk setiap jam 05.00
pagi dan pulang sore, dirinya sering dibuat sakit oleh pedagang. Misalnya menolak saat diberi karcis, dengan alasan membuat kotor.
Pedagang tidak mau bayar, alasan jualan sepi. Membayar dengan cara uang dilempar, dan
masih banyak lagi.
Bagi mereka semua tidak masalah. Itu
adalah resiko pekerjaan yang harus dihadapi. Tetap tersenyum, ramah, sabar dan
jujur dalam melayani pedagang, merupakan kunci bekerja demi
meraih sukses. Itulah mereka srikandi - srikandi digaris terdepan yang bekerja,
karena pengabdian dan loyalitas. Tak ada kelender merah bagi mereka. Hari
libur tetap masuk. Namun sayang dedikasi, kerja keras tersebut kurang mendapat
perhatian pimpinan. Terbukti sejak
dibawah koordinasi Disperindagkop, tak ada lagi insentif
yang mereka terima. ( viavia)
0 komentar:
Post a Comment
Tanggapan dengan menyertakan identitas tentu akan lebih berharga...